Skip to main content

Bagaimana Cara Mati

        
Bagaimana Cara Mati
       Kebanyakan orang hanya berfikir kapan kita akan mati, hari inikah,  esok kah,  kala kita masih muda kah atau sudah tua . Kebanyakan orang berfikir seperti itu dan lebih banyak lagi yang tidak berfikir untuk mati. Terlalu bergembira dalam hidup, mengejar angan dan dunia, dan akhirnya akhirat meninggalkannya.
        Sebuah novel karya Dan Brown, berjudul The Lost Symbol menyadarkanku oleh kata-kata ini "bagaimana cara mati". Aku tidak membahas bagaimana Dan Brown salah memahami Islam dalam bukunya, itu sudah cukup mengecewakanku sebagai pembaca yang mengagumi karya-karyanya. Kesalahan Dan Brown ini membuktikan bahwa dia hanyalah manusia yang hanya menuliskan pemahamannya akan sesuatu yang ia cermati, dan tulisannya belum tentu benar. Itu cukup menghancurkan kekagumanku pada karyanya yang lain,  walau tentu dia tetap saja hebat, tapi sekedar hebat.
         Bagaimana cara mati , pernahkah terpikirkan olehmu bagaimana caramu mati "nanti"? Aku tak menuliskan "kelak" karena itu terdengar masih cukup lama dan entah kapan datangnya, seseorang akan malas berfikir (tentang kematian) karena tentu saja ia berfikir itu "kelak". Dalam perjalanan dengan sepeda motorku aku sering berfikir apakah ada perusahaan asuransi yang mau menjamin umurku selama satu jam kedepan ? Kalaupun ada aku yakin tak ada yang mampu menjamin kematian atau kehidupanku satu jam kedepan, mereka hanya bermain untung rugi,  atau berjudi? 
         Bagaimana caraku mati, jujur saja kalimat itu baru terpikirkan beberapa tahun kebelakang ini, bahkan sebelum aku membaca Lost Symbol satu tahun lalu,bagaimana caraku mati, tentu saja aku takut dengan fikiranku, telah terkontaminasi oleh buku The Secret tulisan Rhonda Byrne membuat seolah mampu mengendalikan segala sesuatu dengan fikiran ,sombong dan merasa seperti Tuhan. Bukan, tentu saja aku tak menyetujui pernyataan Rhonda Byrne, karena aku punya Tuhan dan lebih tepat aku dipunyai oleh Tuhan . Walaupun Tuhanku sendiri berfirman bahwa "Aku sebagaimana prasangka hambaku kepadaku". Tak mau lebih jauh hanya Allah yang Maha Mengetahui dan menetapkan segala sesuatu.
          Di semester awal perkuliahan, saat bis yang kutumpangi melaju dipinggiran sungai besar aku sering berfikir akan cara kematianku ,akankah bis itu akan oleng dan tercebur ke sungai ?Aku yang tak bisa berenang ditambah keruhnya air sungai yang menutupi pandangan, akankah aku selamat ?. Berkali kali pikiran itu terbayang saat menaiki bus itu , hingga aku mempelajari cara menyelamatkan diri dan keluar dari bus ,pintu darurat ,tempat duduk yang paling aman jika terjadi kecelakaan, cara membuka pintu kecil di atap dan cara memecah kaca bus dengan Palu merah kecil. Seringkali aku bertanya tanya , benarkah Palu merah kecil itu bisa memecahkan kaca bus yang tebal? Hal itu masih menjadi sebuah misteri bagiku .Konyol tapi itu memang aku.
      Bukankah ada hadis "Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan dengannya. Sebaliknya barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allah, Allah juga membenci perjumpaan dengannya.” Kontan ‘Aisyah berkata, “Apakah yang dimaksud benci akan kematian, wahai Nabi Allah? Tentu kami semua takut akan kematian.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– lantas bersabda, “Bukan begitu maksudnya. Namun maksud yang benar, seorang mukmin jika diberi kabar gembira dengan rahmat, keridhoan serta surga-Nya, ia suka bertemu Allah, maka Allah pun suka berjumpa dengan-Nya. Sedangkan orang kafir, jika diberi kabar dengan siksa dan murka Allah, ia pun khawatir berjumpa dengan Allah, lantas Allah pun tidak suka berjumpa dengan-Nya.” (HR. Muslim no. 2685). Di hadis tentu saja kita tahu bahwa Aisyah r.a juga takut mati dan itu manusiawi yang buruk adalah cinta dunia dan takut mati. Jadi apa alasanmu jika kamu juga takut mati? Terpikir olehku para syuhada yang tak takut mati, tentu saja, di hadapan mereka ada surga, masuk surga tanpa hisab, apa yang lebih baik dari itu?
         Masih berkutat dipikiranku dan perjalananku, kuburan dengan bunga kamboja atau pohon pohon trembesi besar yang menaungi. Perlahan selalu ku arahkan mataku pada tanah kosong yang tak berbatu nisan. "Masih adakah tempat untukku?". Walau tentu saja aku sang mayat (nantinya) tak kan mampu menolak dikuburkan dimana saja di bumi Allah. 
           Semua ini bukan tentang kematiannya, tapi tentang apa yang akan dihadapi setelah kematian itu sendiri. "Bagaimana cara mati" hanyalah sebagai pengingat kita untuk selalu istiqomah dan sabar di jalanNya. Bukankah ketika memasuki surga para malaikat akan memberi selamat dengan berkata "Salamun ‘alaikum bima shabartum" (selamat atasmu karena kesabaranmu).Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi salam para malaikat itu. 
             Cara kematian itu, memang hanya Allah yang tahu. Yang ada adalah harapan kita untuk mati dengan khusnul khatimah dan mampu membaca kalimat syahadat sebagai kalimat terakhir kita. 

Kapan, dimana dan bagaimana biarlah indah pada waktunya dan semoga benar-benar indah dengan catatan amal yang indah.






Hadis tentang perjumpaan dengan Allah (HR. Muslim no. 2685) saya copy dari  disini silahkan dibaca selengkapnya.

Comments